Nyambung dari cerita sebelumnya di Kyoto nih yaa..
Sumpah ya. Ini perjalanan udah hampir setauun, tapi masih aja ngutang nulis catpernya T_T , maafkan saya pemirsa. Semoga niat baik sharing pengalaman dan info masih diterima oleh pemirsa setanah air, hihihi
Jadi pada hari jalan-jalan di Kyoto, setelah dari Kinkakuji si Temple Emas, saya langsung melanjutkan perjalanan ke daerah Gion (Geisha District). Saat itu hari sudah mulai sore dan matahari sudah mulai malu-malu, tenaga saya pun sudah mulai habis. Oh iya, sebelumnya, sewaktu menyusun itinerary, disepakati oleh saya dan teman-teman, bahwasannya Gion akan dikunjungi pada sore hari. Kabarnya, waktu terbaik untuk mengunjungi Gion adalah memang sore hari menjelang maghrib. Kenapa? karena pada sore hari itulah, Geisha-Geisha mulai keluar untuk mempersembahkan pertunjukannya. Geisha itu apa? bagi yang belum tahu, silahkan intip disini atau gambar-gambar ini mungkin bisa mengingatkan kamu, kalau sudah pernah nonton filmnya.
Gion District ini bisa dicapai dengan bus maupun dengan train. Kalau dari Kyoto Station bisa naik bus nomor 100 atau 206 dan turun di Gion, mungkin sekitar 30 menit. Kalau dengan kereta bisa turun di Gion Shijo Station dengan Keihan Line atau di Kawaramachi dengan Hankyu Line. Saya waktu itu karena memakai Hankyu, jadi berhenti di Kawaramachi. Sewaktu turun kereta, seperti biasa kan yaa.. nyasar all the time, tapi temen-temen saya yang cowo pada demen nanya ke cicik-cicik japan yang lewat dan kebetulan saat itu lagi berkimono. Mereka baik-baik sekali deh, mau menjawab pertanyaan kita ini-itu-ina-inu tentang arah jalan. Sewaktu teman saya bilang “.. we want to go to Gion District, to see Geisha..”, mereka langsung saling tertawa dengan temannya. Mungkin mereka tertawa, karena kami turis-turis (dan kebetulan yang nanya cowo-cowo dengan mata berbinar) yang ngotot sekali ingin melihat Geisha :p
Yasaka Shrine
(Kuil dengan Lampion-lampion)
Berbekal info dari cicik-cicik japan yang belia, saya dan teman-teman melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Dalam perjalanan mencari Gion ini saya melewati Shirakawa area yang cantik, yang dihiasi oleh canal-canal kecil. Ini pasti jadi salah satu view favorit juga deh di Gion kalau lagi cherry blossom, karena di pinggir-pinggir canal dihiasi pohon-pohon dengan daun yang menjuntai. Selain melewati Shirakawa area ini, saya juga tidak sengaja melewati Yasaka Shrine, padahal tadinya saya mau skip aja ke tempat ini. Tetapi karena kelewatan, ya udah deh sekalian. Yasaka Shrine kala itu cantik dan penuh lampion bertengger pada dalam bangunannya. Lampion-lampion yang bertengger itu kabarnya tertulis nama-nama dari pebisnis lokal sebagai imbalan atas donasi yang sudah mereka berikan. Ternyata, orang-orang di Kyoto lebih senang menyebutnya dengan Gion Shrine. Yasaka Shrine sendiri terdiri dari beberapa bangunan, yang tentu saja saya cuma masuk di depan-depannya aja T_T.
Karena hari sudah semakin gelap, saya memutuskan untuk tidak terlalu lama di Yasaka Shrine dan langsung ke Gion, takutnya malah udah gak bisa ketemu Geisha. Sebenernya, tidak terlalu berharap sih bisa melihat Geisha, kecuali mau bayar sangat mahal untuk nonton pertunjukkannya. Karena memang kabarnya susah dan untung-untungan. Mereka kalau mau pergi ke tempat show, secara diam-diam, kadang dilindungi oleh penjaga. Kalau dilihat di foto, view di Gion ini sungguh authentic, melihat fotonya saja saya teringat film Oshin *lagi-lagi angkatan tua banget , jadi tak apalah tak ketemu Geisha, yang penting bisa mengunjungi Gion.
Gion – Geisha District
(Bertemu dengan Geisha)
Akhirnya sampailah saya pada Gion District. Benar saja, di mata saya, Gion sangat authentic! Ah, ingin rasanya berlama-lama disini. Saat itu hari sudah gelap, kira-kira jam 6 atau sekitar jam 7 malam. Gerimis tipis membasahi Gion kala itu, walau demikian, pengunjung tetap ramai dan sibuk berfoto di beberapa tempat dan mungkin, sama seperti saya, sebagian pengunjung sedang harap-harap cemas menunggu Geisha yang lewat. Hanya lampu-lampu kecil dan lantern yang sibuk menghiasi Geisha district. Sehingga tempat tidak terlalu terang, malah cenderung remang-remang. Mungkin karena inilah, Geisha District jadi terlihat lebih syahdu :p
Di Geisha District ini banyak terdapat retaurant yang menyediakan makanan tradisional Jepang dan cara penyajiannya pun dengan bergaya Jepang. Salah satunya sebut saja Kaiseki, dimana cara penyajiannya disajikan sangat unik dan mengkombinasikan keseimbangan antara penyajian dari rasa, penampilan dari makanan dan warna makanan itu sendiri. Apakah saya mencobanya? sayang sekali tidak. huhuhu.. hanya bisa terdiam melihat harga pada menu-menu di restaurant, harganya tidak cocok untuk pelancong macam saya ni.. mungkin suatu saat nanti saya akan mencobanya. *can i get amiieen?
Waktu sendang asyik foto-foto mempelajari sejarah Geisha, tiba-tiba para pengunjung membentuk kerumunan tersendiri. Saat itu juga saya curiga, ah apakah ini ada Geisha yang lewat? dan berakhir kekecewaan karena ternyata itu cuma lagi shooting sinetron kejar tayang.. scene saat itu adalah seorang ibu memakai kimono sedang turun dari mobil dan dipayungi oleh pemuda-pemuda di bawah naungan gerimis gerimis syahdu..
Di saat semua mata tertuju pada pembuatan film ini (kaya di indonesia juga yah ternyata, kalau ada shooting sinetron pada melipir nonton), lalu di sebuah gang sempit, lewatlah sosok yang familiar dengan kimono dan bermuka putih pekat bagai porcelen. Ah itu Geisha! Berjalan sendiri dengan cepat dan menunduk sambil sesekali menebarkan senyum kepada pengunjung yang sibuk memotret cepat ala paparazi. Saya pun menjadi tidak enak hati mau mengambil fotonya, karena kondisi saat itu ramai dan para pengunjung saling berebut. Kadang kita para turis, suka lupa sopan santun dan bagaimana berperilaku sepantasnya demi kepuasan kita sendiri. Akhirnya saya hanya bisa melongo memandangi Geisha yang berlalu dengan cepat dan hilang sampai masuk ke sebuah restaurant (biasanya Geisha ke restaurant ini untuk bertemu klien)..
Beruntung, saat itu salah satu teman saya mendapatkan gambarnya karena dia memakai lensa tele, sehingga bisa mengambil gambar dari jauh. Hail to SLR yah hehe..
Setelah melihat Geisha yang menggemparkan pengunjung, di beberapa kali saya juga ketemu Geisha yang masih belia. Apakah ini yang disebut Geiko atau Maiko? Dari yang saya baca, Maiko sendiri adalah Geisha yang masih muda-muda dan masih belajar. Di masa sekarang, Geisha/Geiko/Maiko sering disalah artikan dengan prostitusi, padahal menurut referensi yang saya baca, hiburan yang diberikan Geisha sangat kental dengan tradisional art misalnya dengan menari dan menyanyi.
Setelah bertemu Geisha, jadi penasaran dan jadi pengen baca bukunya lagi. See? Traveling will vastly expand your knowledge *kibas ponih
Shin Kyogoku Shopping Arcade
(Pasar murah bikin kalap!)
Setelah dari Gion dengan hati puas dan bahagia, sekarang perut yang gak bahagia, karena lapernya udah sampe ubun-ubun. Mau nyicil makan, tapi rasanya niat hati sudah mantap ainul yaqien mau kasih space yang lebar buat makan sushi, terus waktu itu konspirasi hati antara mau cari makan sushi atau cari pasar murah buat belanja. Akhirnya diputuskan, cari tempat belanja dulu dengan harapan siapa tau bisa ketemu tempat makan sushi di perjalanan. Pencarian tempat belanja dan makan sushi pun di mulai..
Motto makan malam kali ini : Makan sushi (Kaiten) sampe mabok.
Motto belanja malam ini: harus dapet barang, apapun itu *hahaha
Akhirnya muter-muterlah sayaa di tengah gerimis tipis malu-malu tanya sana-sini sama penduduk setempat. Tanya tentang restaurant sushi (kaiten) kok orang jepang malah bingung ya.. mungkin karena terlalu banyak ya mereka jadi bingung mau kasih tau yang mana. Ibarat ada turis ke Jakarta nanya mie ayam atau warteg.. eng.. dimana ya.. ya banyak pak.. tinggal pilih :D. Berbekal signal XL gratisan selama tiga hari di Jepang *bukan iklan*, saya sambil browsing dan berkat mbah google, ketemulah info bahwa shopping district ada di daerah Shijo Dori, Sanjo-Dori dan Kawaramachi Dori. Langsung cuss ke tempat tujuan jalan kaki aja dari Gion. Kata penduduk lokal sih shopping district bisa dicapai dalam waktu.. “oh.. jalan itu cuma 10 menit saja dari sini, tinggal belok bla..bla..” seneng banget dong. 10 menit aja udah nyampe katanya! In fact.. errr.. saya jalan kaki aja 40 menitan. Lalu baru tersadar, lha iya lah orang Jepang bilang 10 menit dengan prediksi jalannya cepet kaya mereka. Kalau lelet ya gak jadi 10 menit T_T.
Shopping district udah terlihat dari kejauhan. Tapi ternyata saya ngelewatin restaurant yang menyajikan kaiten sushi (sushi yang disajikan pada belt conveyor) di jalan Ebisucho atau kalau di Jakarta macam sushi bar gitu ya.. . Dengan mata berbinar akhirnya bela-belain makan dulu biar perut happy baru belanja. Nama restaurant itu Musashi Sushi. Saya langsung cari tempat duduk di lantai atas, tepat sebelah conveyor belt deketan sama chef yang bikin sushi. Ya ampun.. this is heaven banget! Sushinya (tentu saja) enakkkkk! Salmonnya fresh banget. Setiap piring sushi (isi 2 pcs) dihargai 115 yen sampai 130 yen, murce mursidaaaa banget yaa.. saya dan teman-teman habis 24 piring hahahaha. Chefnya pun happy banget liat muka saya dan temen-temen happy, sambil saling memberikan thumbs up kepada chef hehe..
Setelah perut kenyang langsung belanja belenji, shopping districtnya deket kok dari Musashi Sushi ini.. saya dan teman-teman langsung berpencar. Saya sibuk liat coat-coat yang ternyata masih mahal buat kantong saya, hiks. Tapi sesuai motto, harus ada yang dibeli 😀 . Jadinya ngeborong oleh-oleh aja mulai dari magnet, pinset-pinset lucu, gelas-gelas kecil, oleh-oleh cholocate, Tokyo Banana KW2 (Osaka Banana, hahaha, harap maklum, jalan-jalan belum sampe Tokyo pemirsa) sampai barang wajib oleh-oleh yaitu Kit Kat Green tea (yang disini harganya lebih murah daripada di toko oleh-oleh di sekitar Namba/Shinsaibashi – Osaka). Saya coba beli cemilan pocky chocolate crush green tea! Yang ternyata rasanya… Masyaallah Allahuakbaaaar… ENAK BANGET!!! *gedeg2 kepala* Ini barang siapa yang menciptakannya mudah-mudahan masuk sorga.
pic from here
Oleh-oleh di jepang memang agak mahal kalau dibandingnya di negara-negara asia yang pernah saya kunjungi sebelumnya. Tapi di pasar ini lumayan lah.. Gemes juga liat Shiseido bertebaran di mini market sekelas Seven Eleven atau Alfamart kalau di Jakarta. Shiseido di Japan ibarat Maybelline di Jakarta kali ya.. banyak beneeer di mini market. Saking capenya belanja, saya ama temen-temen sempet istirahat ngupi-ngupi santai.. rasanya kurang banget waktunya pas belanja di tempat ini. Waktu itu udah jam 20.30 malam. Udah malem sih. Udah gempor pula. Tapi saya dan temen-temen masih pengen di Kyoto. Sementara harus balik ke Osaka. Gimana doong???
Akhirnya temen saya melihat itinerary dan bergumam.. “ini Fushimi inari belum sempet kita datengin ya”. Saya baru teringat, nah iya! Padahal tempatnya cantik ya di foto. Lalu saya bilang “iya sayang banget ya.. coba kalau sempet tadi siang sebelum tutup”. Lalu diperhatikan di itinerary, tertulis kalau tempatnya buka 24 hours. Saya dan teman-teman pun seakan sudah satu suara tanpa harus mengatakan kata-kata. Iya! Saya dan teman-teman akan ke Fushimi Inari. Malam-malam.
Ga ada fotonyaa shopping arcade ini.. sibuk belanjaa 😀
Fushimi Inari
(.. di malam hari ..)
Saya dan teman-temanpun lantas memberi label pada diri sendiri dengan sebutan “turis-turis gila” karena nekat ke Fushimi Inari walaupun sudah hampir jam 9 malam. Apa yang bisa dilihat malam-malam gini? Sebenernya sih, ini untuk memuaskan rasa penasaran aja hehe.. masa udah ada di itinerary tapi gak jadi didatengi, apalagi buka 24 jam, apalagi belum mau pulang ke Osaka hehe..
Ke Fushimi Inari ini untungnya cukup gampang, tinggal berhenti di station Fushimi Inari dan dari situ jalan kaki. Katanyaaaa.. sih dekeet, tapi tetep ajaa, karena sudah malem dan masih gerimis tipis, kok kayanya gak nyampe-nyampe. Kira-kira jalan 15 menit dari station Fushimi Inari, baru sampe di lokasi.
Walau buka 24 jam, tapi saat itu sudah sepi.. banget. Yaiyalah kaaaak.. turis macam manaa yang dateng ke tempat gini malem-malem. Cuma sisa penjaga satu biji, saya dan teman-teman. Suasana saat itu gelap dengan lampu minim. Fushimi Inari ini terkenal dengan vermilion tori gates yang berwarna orange menyala dan jumlahnya ribuan. Nah, tori gates yang jumlahnya ribuan itu menuntun jalan ke.. hutan.. untuk mencapai Mount Inari. Sebagai penakut kelas kakap, saya udah gak nyaman banget foto-foto di Fushimi Inari malam itu, apalagi fotonya kan sendiri-sendiri yaa.. yang lain megangin flash. Takut ada penampakan di belakang. Sungguh.. :’( apalagi di belakang tori gates yang banyak itu ya seperti pepohonan rindang, namanya juga jalan menuju hutan ya. Sayang banget, coba kalau siang-siang kesini, pasti cantik dan bisa explore tempat ini yang luaaas banget kalau dilihat dari petanya.
ini niat hati mau share beberapa foto Fushimi Inari, ga taunya pas milih-milih, kok kebanyakan ada muka saya ama temen-temen.. jadi maaf yaa.. cuma ini aja deh fotonya :/
Saya hanya sebentar aja disini dan saya yang paling rewel minta udahan aja foto-fotonya. Serem hahaha.. cih! Udah penakut, manja pula kamu mbak.
Tapi kan, jadinya udah gak penasaran.. mungkin kalau ke Kyoto lagi pengen kesini lagi deh.. mungkin lho ya hehe. Akhirnya cuma setengah jam deh disana, langsung balik ke Osaka. Station juga sepiii.. banget.. untung ada Opa-opa Japan yang nemenin kita sampe Osaka. Ah Opa, baik sekali kamu ya 🙂
Ini catper JAPAN kelar jugaa pemirsaa! Semoga ada info-info yang membantu pembaca yang mau jalan-jalan ke Kyoto atau Osaka.
Happy Traveling!